Part 1
Ruang sidang ini
terasa panas, aku mencoba untuk memusatkan semua perhatianku membaca pledoi
pembelaan kasus penggelapan yang disangkakan kepada klien ku ini, aku baru saja
membaca pembukaan pledoi tersebut tiba tiba majelis hakim yang bertindak
sebagai ketua memprotesku dengan mengatakan “ saudara penasehat hukum cukup di
bacakan pembelaan intinya”, aku kemudian berhenti dan membuka lemberan –
lembaran pledoi yang sudah aku buat sejak tiga hari yang lalu, sejurus kemudian
aku telah berada di halaman pokok pembelaan dan membacanya lagi dengan intonasi
yang jauh lebih keras dari sebelumnya, hanya butuh waktu tidak kurang dari lima
menit untuk membacakan pledoi singkat ini, setelah selesai membacakan pledoinya
berkas aku serahkan ke majelis hakim dan kepada Jaksa Penuntut umum yang
mukanya sudah masam dari tadi melihatku, aku merasa dia kesal dengan tingkah
lakuku, tetapi aku tidak peduli.
Setelah
menyelesaikan penyerahan berkas pledoi, Hakim ketua kemudian menanyakan kepada
Jaksa Penuntut Umum mengenai pledoi yang barusan saya bacakan dan dia tidak
keberatan mengenai pembelaanku tersebut lalu Hakim Ketua mengumumkan sidang
akan di tunda 2 minggu degan agenda putusan. Setelah mencatat jadwal sidang
putusan di buku agendaku bergegas aku bereskan berkas – berkasku dan
memasukkanya kedalam tas kemudian meninggalkan ruang sidang menuju parkir
setelah melepas toga yang masih aku pakai dari persidangan tadi. Aku memberikan
uang parkir kepada penjaga parkir di Pengadilan Negeri ini, penjaga parkir ini
sangat baik kepadaku, aku tidak tau apakah karena aku selalu memberikan uang
parkir yang lebih besar nilainya daripada orang lain atau emank dasarnya dia
baik, didalam hidup kita akan selalu menemukan hal seperti ini dan terkadang
sulit untuk mengetaui kebenaranya karena aku hanya bertemu dengan dia pada saat
parkir saja.
Keluar dari
parkiran Pengadilan Negeri aku mengarahkan motorku kembali ke kantor, cuaca
sangat panas sekali, terasa seperti terbakar kadang kuberpikir apakah neraka
bocor ( mungkin saat ini kamu menertawakan aku tapi sungguh sering kali aku
berpikir seperti itu jika cuaca panas begini), aku sudah memakai jaket dan
sarung tangan serta helm tetapi aku masih merasakan panas menyegat, angin yang
bertiup pun masih terasa panas padahal bulan ini Desember 2019 seharusnya musim
hujan. Sekitar lima menit aku sudah
sampai di kantor kulirik jam tanganku waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 siang
saat membukan pintu kantor dan memberi salam tak terdengar jawaban hanya suara
mesin dari AC dan kipas angin yang terdengar. Aku langkahkan kaki masuk kedalam
dan terasa memasuki dunia yang berbeda disini terasa sejuk sekali aku bisa
merasakan desiran angin yang begitu sejuk dari AC yang dipasang tepat di bawah
pintu masuk Kantor. Emank tidak ada orang dikantor para senior Advokat lagi
berada di luar kota dan rekanku Arka juga lagi berada di luar kota hanya
meninggalkan aku sendiri, aku tidak bisa pergi karena jadwal sidang harus ada
salah satunya yang mengurus hal tersebut dan itu adalah aku, dikantor ini aku
yang paling junior aku baru aja di sumpah menjadi advokat tepat setahun yang
lalu bulan Desember 2018.
Perkenalkan
namaku Amir aku seorang laki laku berumur 34 tahun , badanku agak atletis,
berambut cepak dan berkulit coklat terang, aku tidak tinggi seperti saudara
laki- lakiku lainya, tinggiku hanya sekitar 158 cm dan aku mewarisi itu dari
Ayahku. Karena badanku yang kecil maka walaupun usiaku sudah diatas tiga puluh
tahun aku masih keliatan seperti umur 25 tahun setidaknya itu yang orang –
orang katakan ketika mereka bertemu denganku dan menanyakan berapa umurku
bahkan ada beberapa orang yang tidak percaya dengan apa yang aku katakana
mengenai umurku bahkan ada beberapa orang yang memintaku untuk menunjukkan
KTP-ku kepada mereka jadi setidaknya kalian sudah punya gambaran tentang aku, kedua
orang tuaku adalah bugis, mereka lahir dan besar di sebuah desa kecil yang
bernama tanah kessie di Kacamatan Sabbangparu Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan,
menurut cerita yang kudengar dari tante dan omku bahwa Ayahku menikahi Ibuku
pada pernikahan yang ketiga kalinya, pernikahan pertama Ayahku tidak mempunyai
anak dan ditinggalkan oleh istrinya kemudian menikah lagi dengan istri keduanya
yang dikarunia tiga orang anak, satu anak laki – laki yang berbadan tinggi dan
besar bernama Muse dan dua anak perempuan yang cantik khas bugis dengan kulit
sawo matang dan senyum yang manis bernama Barlian dan Sitti, dalam perjalananya
Istri kedua Ayahku meninggal dan pada saat itu anak-anaknya masih kecil.
Kemudian karena anaknya masih kecil dan butuh perawatan akhirnya Ayahku melamar
ibuku dan waktu itu Ibuku tidak mau tetapi karena kehendak orang tua akhirnya
mereka menikah dan hasil dari pernikahan tersebut lahirlah satu wanita cantik
yang berkulit putih bersih bernama Kasmawati, empat orang anak laki-laki
yang salah satunya adalah aku, kami
hanya selisih dua tahun jadi aku bisa ingat dengan baik masa – masa saat kami
tumbuh bersama, penuh dengan kekacauan dan aku bisa memastikan rumah selalu
berantakan, ribut dan perkelahian yang akan berakhir dengan air mata dari salah
satu diantara kami dan kebanyakanya aku yang selalu menjadi korban. Ayahku
adalah seorang pekerja keras dia sudah bangun setiap subuh dan mempersiapkan
dagangganya ke pasar biasanya beliau menjual berbagai macam bumbu – bumbu dapur
dan juga ayam di pasar setelah pulang dari pasar beliau bekerja di sawah dan
juga di kebun coklat miliknya serta merawat beberapa sapi yang diternakkan, untuk
keluarga besar seperti kami ayahku perlu perjuangan dan kerja keras yang lebih untuk menghidupi keluarganya. Ibuku
juga kadang ke sawah dan kebun membantu Ayah namun karena merawat kami beliau
hanya menghabiskan waktu dirumah memasak dan mengurus kami.
Aku masih ingat
sampai sekarang rumah kami selalu ramai
dikunjungi oleh nenekku dan sepupu – sepupuku serta keluarga lainya jadi kami
merasa bahagia, kami tidak hidup berkecukupan dan juga tidak hidup miskin,
setidaknya kami bisa makan setiap hari dan berbagi ke anggota keluarga yang
datang kerumah dan menginap bersama, ada dua hal yang paling aku suka dan masih
selalu aku ingat sampai saat ini ketika Ayahku pulang dari pasar pasti dia
selalu membelikan kami kue khas bugis dengan jenis yang berbeda setiap harinya,
kami selalu berebut dan tidak sabar untuk mendapatkan giliran menerima kue
tersebut dan yang kedua yaitu ketika berkumpul bersama di malam hari saat makan
malam bersama itu terasa sangat menyenangkan sekali aku selalu kangen dengan
saat – saat itu.
No comments:
Post a Comment